Santiamer Silalahi : Sisi Positif dan Negatif Politik Identitas

Di negara-negara maju, di mana tingkat kepatuhan rakyatnya terhadap hukum dan literasi mereka cukup tinggi, maka peristiwa peralihan kepemimpinan dari satu rejim ke rejim berikutnya adalah peristiwa rutin dan biasa-biasa saja. Berbeda dengan di Indonesia, peristiwa peralihan kepemimpinan nasional merupakan peristiwa zero sum game. Pokoknya kami harus merebut kekuasaan !! Caranya? Suka-suka, alias menghalalkan segala cara. Ketika kami butuh, maka cara haram pun menjadi halal.

Partai Ummat dengan tegas dan dengan penuh keyakinan telah mempublikasikan akan menggunakan Politik Identitas untuk meraih kekuasaan pada pemilu mendatang. Sontak bermunculan sikap pro dan kontra dari sesama partai politik, politisi dan para elit partai. Partai Ummat dan partai yang seideologi sama dengannya, meyakini bahwa Politik Identitaslah adalah satu-satunya cara dalam memenangkan suara pemilih.

Banyak politisi dan pemburu kekuasaan (power seekers) menggunakan Politik Identitas untuk mempengaruhi rakyat agar memilih mereka secara emosional. Untuk meraih kekuasaan dapat menggunakan berbagai cara. Salah satu di antaranya ialah Politik Identitas. Politik Identitas adalah, suatu strategi politik untuk meraih kekuasaan dengan mengkampanyekan identitas tertentu. Politik Identitas bagaikan dua sisi dari satu mata uang. Ada Sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif dan negatifnya tergantung dari Identitas apa yang akan digunakan berpolitik. Jika menggunaka Identitas suku, ras, dan agama maka dipastikan akan menyebabkan masuk dalam rekahan dan pertentangan antar kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.

Puncaknya Indonesia akan tinggal nama. Mengapa? Karena pimpinannya sedari awal sudah menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Sebaliknya, jika identitas yang digunakan adalah Ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan ekonomi yang diperhadapkan dengan negara maju lainnya niscaya negara Indonesia akan tetap tegak utuh berdiri, berdaulat, bersatu, adil dan makmur yang berasaskan supreme ideology Pancasila.

See also  Toleransi Beragama di Indonesia: Perspektif Ganjar Pranowo

Penggunaan identitas suku, ras terlebih-lebih agama sebagai strategi mempengaruhi rakyat untuk memilihnya adalah strategi jahat. Kelihatannya cerdas tetapi bodoh, biadab dan barbarian. Para inisiator dan penggila penggunaan Politik Identitas ini telah melacurkan diri untuk dengan senang hati dijadikan kuda troya oleh kekuatan asing yang menginginkan Indonesia terperangkap dalam middle class country. Tidak maju, tetapi tidak terbelakang. Tidak kaya, tetapi tidak miskin. Merdeka tetapi terjajah. Ada tetapi tidak berdaulat. Negara Indonesia bagaikan penari poco-poco. Indah dilihat, tetapi berputar-putar di tempat.

Para pimpinan lembaga tinggi negara yang waras seyogianya bersikap tegas dengan melarang penggunaan Politik Identitas (Suku, Ras, dan Agama) baik oleh partai politik dan para calon peserta kontestasi dalam berkampanye. Tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh intelektual, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan harus satu hati, jiwa, kata, dan satu sikap menyampaikan penentangannya terhadap penggunaan Politik Identitas (negatif) untuk meraih suara pemilih. Walapun PANCASILA pelan dan pasti cenderung mulai berubah menjadi PANCASYARIAH, namun jangan pernah biarkan BHINEKA TUNGGAL IKA menjadi BHINEKA TINGGAL DUKA.

*) Santiamer Silalahi, C.Me. Ketua Umum DPP Perkumpulan Jaga Pancasila Zamrud Khatulistiwa (DPP-GALARUWA), 2022-2027

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *